Sabtu, 25 Juni 2016

“Ros Pulang” ke “Tragedi Bukit Berasap”: Kumpulan Cerita Realisme-Magis Soerya Sandi

Sebuah Pengantar Oleh: Dimas Arika Mihardja

Cerita pendek memiliki daya tarik tersendiri jika dibandingkan dengan genre sastra lainnya seperti puisi atau naskah lakon. Genre-genre sastra ini dijadikan mata kuliah program kekhususan kepengarangan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP  Universitas Jambi. Ada tiga pilihan program yang dapat dipilah dan dipilih oleh mahasiswa untuk memiliki softskill selain ijazah kesarjanaan memiliki kemampuan khusus di bidang kepengarangan (Penulisan kreatif), kewartawanan (jurnalistik), dan keteateran. Soerya Sandi lebih memilih mengikuti program penuisan kreatif yag diampu oleh Dimas Arika Mihardja (Sudaryono), Maizar Karim Elha, dan Irma Suryani. Selain berkarya kreatif, mahasiswa juga diberi peluang untuk menerbitkan antologi, baik antologi puisi, antologi cerpen, maupun antologi esai. Naskah lakon yang mereka buat juga dikemas menjadi pementasan dengan konsep “menyulap ruang kelas menjadi pentas”. Seiring dengan itu, tradisi bedah buku (launching buku sastra) juga dijadikan agenda yang selalu menarik perhatian.

Soerya Sandi sejak bergabung dalam penulisan kreatif menunjukkan bakat dan minat yang tinggi dalam penulisan kreatif sastra (puisi,cerpen, naskah lakon, dan esai). Ia selalu hadir sebagai motor penggerak bagi kawan-kawannya dalam beraktvitas dan intens menulis serta berorganisasi. Ia tercatat sebagai penggagas dan perintis berdirinya semacam “sanggar penulisan kreatif FORMASI PENA (2010)”, aktif dalam organisasi kampus (Himpunan mahasiswa program studi Bahasa dan Sastra Indonesia (Himabindo), Badan Eksekutif Mahasiswa FKIP, dan komunitas. Ia pernah menjadi editor penerbitan buku dan menyutradarai pementasan teater. Selain aktif menulis cerpen di media massa cetak seperti harian Jambi Independent, Jambi Ekspres, Harian Jambi, Jambi Today, Majalah Pipet, cerpen-cerpennya juga dimuat dalam buku Cinta Pertama (Sahabat Kata, Jakarta2012), Belati Tembaga (Festival Sastra Yogyakarta, 2013, Jalan Lurus Terus (Efarasti, Banten 2014), Jaran Kepang (Pucuk Langit, Makassar 2014). Naskah lakon yang pernah dipentaskan adalah “Hemafobia” dan “Episode Perjalanan”. Ia mengakhiri kuliah (02-2015) dengan skripsi kajian puisi “Ziarah Batanghari” karya Jumardi Putra dengan nilai tertinggi.

Buku “Ros Pulang”  ini memuat sejumlah cerpennya yang telah dipublikasi di berbagai media masa. Cerpen “Musim Nikah di Bulan Basah” yang dimuat dalam buku kumpulan cerpen Belati Tembaga merupakan kumpulan cerpen terbaik Festival Sastra 2012 di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Cerpen ini juga dimuat di Jambi Independent April 2012. Cerpen “Mencari Kajanglako” dimuat Harian Jambi, 11 Agustus 2013. Cerpen ini menjadi nominator cerpen terbaik Pucuk Langit Makassar 2014. Cerpen lainnya, “Rindu Rimba” (Jambi Ekspres 7 Nopember 2012) “Cerita dari Batinting” (Jambi Today, 21September 2014), “Dew” (Harian Jambi 22 Desember 2013), “Bulan Buncit’ (HarianJambi 24 Nopember 2013), “Luka Tembak di Pundak Bapak” (dimuat dalam buku cerpen “Riwayat Angin” tahun 2013, “Perempuan dalam Dekapan” (Dimuat dalam buku “Riwayat Angin 2013), “Misteri  Kematian Tini” (Harian Jambi, 13 April 2014), “Kota Telinga” (Harian Jambi 12 Januari 2014, dimuat juga dalam buku cerpen “Lurus Jalan Terus”—kumpulan cerpen terbaik penerbit Elfaristi Publishing Banten 2014), “Perempuan yang Membakar Mawar” (Harian Jambi), “Tusuk Konde Nyai Ratu”(Harian Jambi 20 Maret 2014) dan “Tragedi Bukit Berasap” (Jambi Today 19 Oktober 2014) menunjukkan musim panen seorang Soerya Sandi—menunjukkan intensitas dan kreativitasnya selaku penulis kereatif.

***

Buku yang memuat seleksi cerpen terbaik karya Soerya Sandi ini hadir sebagai bukti empiris, bahwa sastrawan, penulis kreatif dapat lahir dari kampus. Ia sebagai bagian kaum intelektual dan pemikir kreatif yang dengan sadar masuk ke ceruk penulisan kreatif yang lalu menawarkan kemungkinan-kemungkinan kekinian. Itulah sebabnya saya memberi pengantar ini dengan tajuk “Ros Pulang” ke “Tragedi Bukit Berasap”: Kumpulan Cerita Realisme Magis”. Realisme merupakan aliran sastra yang bertumpu pada satu pandangan bahwa sastra itu cermin realitas masyarakatnya, gambaran kenyataan yang hadir dalam imajinasi pengarang dan terwujud dalam “kisah nyata” (kisah nyata dalam tanda petik). Cerpen yang mengawali buku ini, misalnya, bertajuk “Ros Pulang”.

Cerpen “Ros Pulang” ceritanya dirancang-bangun dengan alur dinamik, cerita berbau mistik mantera doa dan jampi-jambi. Alkisah, Ros telah lulus sarjana Ekonomi. Ia ingin sekali menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang merupakan realitas kebanyakan sarjana kita, yakni berburu ingin menjadi PNS. Cerpen ini dibuka secara menarik seperti ini:

“Gemintang semarak nian. Roslaini tak kuasa menolak untuk berbaur dengan kenangan. Malam itu, ia gegas mematut diri berhadapan dengan potret almarhum ayahnya. Dicium dan dipeluknya potret itu sampai ia betul-betul merasakan kelegaan. Kini, telah ia tunaikan piutang kepada ayahnya beberapa tahun lalu. Janjinya untuk lulus sarjana tepat waktu langsai sudah.”

Pembukaan cerita dengan teknik Foreshadowing (pembayangan) ini dengan tepat melukiskan kenangan.Kenangan itu terkait dengan janji yang harus ditepati Ros kepada almarhum ayahnya, yakni berjanji lulus tepat pada waktunya. Kita cermati kisahlanjutannya seperti ini:

Esok hari, ia sudah harus kembali ke kampung halaman, sebab kampungnya akan ada selamatan ruso sebagai ungkapan rasa syukur kepada Kepala Tumbi dan keluarga besar Renai Alai, berkat kelulusannya menjadi sarjana. Segeralah ia pun memantapkan khitah kepada ibunda, bahwa ia hendak menjadi pegawai negeri, macam iparnya Indarudin yang kini jadi kepala bagian di kantor bupati….” Kutipan ini mulai menunjukkan kisah realisme magis. Realitasnya, rata-rata mahasiswa yang lulus sarjana ingin menjadi pegawai negeri. Pilihan sebagai pegawai negeri merupakan realitas yang tidak dapat dinafikan. Namun, realitas itu mulai dibaurkan dengan suasana magis karena disebut adanya ritual “Selamatan Ruso” sebagai ungkapan rasa syukur kepada Kepala Tumbi dan keluarga besar  Renai Alai. Sebuah pilihan nama yang membawa suasana mistis mulai dibuka dengan teknik foreshadowing, pembayangan apa yang akan terjadi selanjutnya. Kita cermati kutipan selanjutnya:

“Pagi-pagi sekali ia telah berbaur dengan Terminal dan jejarum gerimis yang ricis, seperti memantik kerinduannya kepada sanak saudara di kampung. Menjelang siang, ia bersama penumpang lain larut ke dalam tubuh bis kota yang mengantarnya dari kota Jambi menuju kampung halaman. Siang tergelincir begitu saja menuju petang, seraya satu per satu penumpang netas keluar dari dalam bis kota. Sampai pada bakda magrib, ia menjejakkan kaki di pelanta rumahnya. Dijumpai sang ibu yang sudah lama menangguk rindu, para Kepala Tumbi, orang-orang kaki Bukit Barisan, juga Murni kakak kandungnya. Tangis dan tawa menguar jadi satu, sebagai tanda penghabisan akan sesuatu yanag sudah lama dinanti kini telah kembali. Sebagai ungkapan rasa syukur, selamatan ruso pun ditunaikanlah. Warga kampung, sedulur kecik-besak, tuo-mudo, bujang-gadis, jando-dudo, laki-betino, larut ke dalam tubuh malam yang penuh kegembiraan.”

Kutipan ini alih-alih menunjukkan bagaimana suasana perhelatan selamatan Ruso yang lebih terasa magis. Cerita selanjutnya Soerya Sandi piawai mengocok perasaan dan rasa penasaran pembaca. Bagaimana selanjutnya? Ternyata dengan piawai pula pengarang menanam kejutan di berbagai bagian cerita. Suspense dan Surprise terasa saat ternyata Ros yang bercita-cita sebagai PNS itu harus mewarisi kemampuan leluhurnya untuk menjadi dukun yang pintar merapal mantra dan meracik obat. Saat ada peluang menjadi tenaga honorer, kesempatan itu tidak disia-siakan. Akan tetapi ada keharusan ia pulang kampung karena ibunya sakit. Ia dengan bakat dukunnya, mampu menolong ibu dan orang-orang kampung berobat. Karena banyak pasiennya, lama ia meninggalkan pekerjaannya sebagai pegawai honorer. Ia dihadapkan keharusan lain untuk kembali ke pekerjaannya sebagai honorer, sebab Iparnya perlu diobati dengan ritual warisan leluhur. Rupanya, sebagai ending cerita, si ipar sakit bukan oleh guna-guna atau tenung, melainkan diketahui telah berbuat korupsi sehingga dirinya stress dan tertekan seperti orang gila. Pura-pura gila biar tidak ditangkap dan diadili. Gila! Ini cerita realis yang magis, menyihir pembaca oleh olah alur yang memukau, penokohan yang kuat, pemberian nama-nama yang unik, khas lokalitas.

Pembaca sebaiknya melakukan pembacaan sendiri cerita pendek pilihan yang disajikan dalam buku ini. Cerita pendek pilihan, karena semua cerita pendek ini telah dimuat di media massa cetak, yang dikekola oleh redaktur budaya, dengan demikian telah melalui proses pembacaan, pemaknaan, dan seleksi sesuai dengan selera redaktur. Warna lokal Jambi hadir secara kental baik terkait latar cerita, penyebutan nama seperti “Musim Nikah di Bulan Basah”, “Mencari Kajanglako”, “Rindu Rimba”, “Cerita dari Batinting”, “Bulan Buncit”, “Kampret”, “Perempuaan dalam Dekapan”, “Misteri Kematian Tini”, “Kota Telinga”, Perempuan yang Membakar  Mawar”, ”Tusuk Konde Nyai Ratu” dan “Tragedi Bukit Berasap”. Selamat menikmati.

 

Dimas Arika Mihardja

Direktur Eksekutif Bengkel Puisi Swadaya Mandiri

Pengajar Penulisan Kreatif Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Jambi

Read More

Profil

Foto saya
Soerya Sandi pseudonim dari Sandi Suryamat, alumnus Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Jambi. Beberapa cerpennya tersiar di media massa (Jambi Independent, Jambi Ekspres, Harian Jambi, Jambi Today, Majalah Pipet) dan diterbitkan ke dalam buku antologi cerpen bersama, antara lain Cinta Pertama (Sahabat Kata, Jakarta 2012), Belati Tembaga (Festival Sastra, Yogyakarta 2013) dan Riwayat Angin (Smart Writing, Yogyakarta 2013), Lurus Jalan Terus (Efarasti, Banten 2014), Jaran Kepang (Pucuk Langit, Makassar 2014). Buku tunggalnya yang telah terbit Ros Pulang (Salim Media Indonesia, 2015). Naskah lakonnya yang pernah dipentaskan adalah “Hematofobia” dan “Episode perjalanan” Pernah menjadi editor di salah satu penerbit di Jambi (2015 s.d. 2018). Sejak 2019 menjadi tenaga pengajar di SMAN 4 Sarolangun. Surel: soeryasandi@gmail.com, kontak 082373584575.

Sahabat

statistics

Kaleidoskop 2014

Kaleidoskop 2014

“Ros Pulang” ke “Tragedi Bukit Berasap”: Kumpulan Cerita Realisme-Magis Soerya Sandi

Sebuah Pengantar Oleh: Dimas Arika Mihardja

Cerita pendek memiliki daya tarik tersendiri jika dibandingkan dengan genre sastra lainnya seperti puisi atau naskah lakon. Genre-genre sastra ini dijadikan mata kuliah program kekhususan kepengarangan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP  Universitas Jambi. Ada tiga pilihan program yang dapat dipilah dan dipilih oleh mahasiswa untuk memiliki softskill selain ijazah kesarjanaan memiliki kemampuan khusus di bidang kepengarangan (Penulisan kreatif), kewartawanan (jurnalistik), dan keteateran. Soerya Sandi lebih memilih mengikuti program penuisan kreatif yag diampu oleh Dimas Arika Mihardja (Sudaryono), Maizar Karim Elha, dan Irma Suryani. Selain berkarya kreatif, mahasiswa juga diberi peluang untuk menerbitkan antologi, baik antologi puisi, antologi cerpen, maupun antologi esai. Naskah lakon yang mereka buat juga dikemas menjadi pementasan dengan konsep “menyulap ruang kelas menjadi pentas”. Seiring dengan itu, tradisi bedah buku (launching buku sastra) juga dijadikan agenda yang selalu menarik perhatian.

Soerya Sandi sejak bergabung dalam penulisan kreatif menunjukkan bakat dan minat yang tinggi dalam penulisan kreatif sastra (puisi,cerpen, naskah lakon, dan esai). Ia selalu hadir sebagai motor penggerak bagi kawan-kawannya dalam beraktvitas dan intens menulis serta berorganisasi. Ia tercatat sebagai penggagas dan perintis berdirinya semacam “sanggar penulisan kreatif FORMASI PENA (2010)”, aktif dalam organisasi kampus (Himpunan mahasiswa program studi Bahasa dan Sastra Indonesia (Himabindo), Badan Eksekutif Mahasiswa FKIP, dan komunitas. Ia pernah menjadi editor penerbitan buku dan menyutradarai pementasan teater. Selain aktif menulis cerpen di media massa cetak seperti harian Jambi Independent, Jambi Ekspres, Harian Jambi, Jambi Today, Majalah Pipet, cerpen-cerpennya juga dimuat dalam buku Cinta Pertama (Sahabat Kata, Jakarta2012), Belati Tembaga (Festival Sastra Yogyakarta, 2013, Jalan Lurus Terus (Efarasti, Banten 2014), Jaran Kepang (Pucuk Langit, Makassar 2014). Naskah lakon yang pernah dipentaskan adalah “Hemafobia” dan “Episode Perjalanan”. Ia mengakhiri kuliah (02-2015) dengan skripsi kajian puisi “Ziarah Batanghari” karya Jumardi Putra dengan nilai tertinggi.

Buku “Ros Pulang”  ini memuat sejumlah cerpennya yang telah dipublikasi di berbagai media masa. Cerpen “Musim Nikah di Bulan Basah” yang dimuat dalam buku kumpulan cerpen Belati Tembaga merupakan kumpulan cerpen terbaik Festival Sastra 2012 di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Cerpen ini juga dimuat di Jambi Independent April 2012. Cerpen “Mencari Kajanglako” dimuat Harian Jambi, 11 Agustus 2013. Cerpen ini menjadi nominator cerpen terbaik Pucuk Langit Makassar 2014. Cerpen lainnya, “Rindu Rimba” (Jambi Ekspres 7 Nopember 2012) “Cerita dari Batinting” (Jambi Today, 21September 2014), “Dew” (Harian Jambi 22 Desember 2013), “Bulan Buncit’ (HarianJambi 24 Nopember 2013), “Luka Tembak di Pundak Bapak” (dimuat dalam buku cerpen “Riwayat Angin” tahun 2013, “Perempuan dalam Dekapan” (Dimuat dalam buku “Riwayat Angin 2013), “Misteri  Kematian Tini” (Harian Jambi, 13 April 2014), “Kota Telinga” (Harian Jambi 12 Januari 2014, dimuat juga dalam buku cerpen “Lurus Jalan Terus”—kumpulan cerpen terbaik penerbit Elfaristi Publishing Banten 2014), “Perempuan yang Membakar Mawar” (Harian Jambi), “Tusuk Konde Nyai Ratu”(Harian Jambi 20 Maret 2014) dan “Tragedi Bukit Berasap” (Jambi Today 19 Oktober 2014) menunjukkan musim panen seorang Soerya Sandi—menunjukkan intensitas dan kreativitasnya selaku penulis kereatif.

***

Buku yang memuat seleksi cerpen terbaik karya Soerya Sandi ini hadir sebagai bukti empiris, bahwa sastrawan, penulis kreatif dapat lahir dari kampus. Ia sebagai bagian kaum intelektual dan pemikir kreatif yang dengan sadar masuk ke ceruk penulisan kreatif yang lalu menawarkan kemungkinan-kemungkinan kekinian. Itulah sebabnya saya memberi pengantar ini dengan tajuk “Ros Pulang” ke “Tragedi Bukit Berasap”: Kumpulan Cerita Realisme Magis”. Realisme merupakan aliran sastra yang bertumpu pada satu pandangan bahwa sastra itu cermin realitas masyarakatnya, gambaran kenyataan yang hadir dalam imajinasi pengarang dan terwujud dalam “kisah nyata” (kisah nyata dalam tanda petik). Cerpen yang mengawali buku ini, misalnya, bertajuk “Ros Pulang”.

Cerpen “Ros Pulang” ceritanya dirancang-bangun dengan alur dinamik, cerita berbau mistik mantera doa dan jampi-jambi. Alkisah, Ros telah lulus sarjana Ekonomi. Ia ingin sekali menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang merupakan realitas kebanyakan sarjana kita, yakni berburu ingin menjadi PNS. Cerpen ini dibuka secara menarik seperti ini:

“Gemintang semarak nian. Roslaini tak kuasa menolak untuk berbaur dengan kenangan. Malam itu, ia gegas mematut diri berhadapan dengan potret almarhum ayahnya. Dicium dan dipeluknya potret itu sampai ia betul-betul merasakan kelegaan. Kini, telah ia tunaikan piutang kepada ayahnya beberapa tahun lalu. Janjinya untuk lulus sarjana tepat waktu langsai sudah.”

Pembukaan cerita dengan teknik Foreshadowing (pembayangan) ini dengan tepat melukiskan kenangan.Kenangan itu terkait dengan janji yang harus ditepati Ros kepada almarhum ayahnya, yakni berjanji lulus tepat pada waktunya. Kita cermati kisahlanjutannya seperti ini:

Esok hari, ia sudah harus kembali ke kampung halaman, sebab kampungnya akan ada selamatan ruso sebagai ungkapan rasa syukur kepada Kepala Tumbi dan keluarga besar Renai Alai, berkat kelulusannya menjadi sarjana. Segeralah ia pun memantapkan khitah kepada ibunda, bahwa ia hendak menjadi pegawai negeri, macam iparnya Indarudin yang kini jadi kepala bagian di kantor bupati….” Kutipan ini mulai menunjukkan kisah realisme magis. Realitasnya, rata-rata mahasiswa yang lulus sarjana ingin menjadi pegawai negeri. Pilihan sebagai pegawai negeri merupakan realitas yang tidak dapat dinafikan. Namun, realitas itu mulai dibaurkan dengan suasana magis karena disebut adanya ritual “Selamatan Ruso” sebagai ungkapan rasa syukur kepada Kepala Tumbi dan keluarga besar  Renai Alai. Sebuah pilihan nama yang membawa suasana mistis mulai dibuka dengan teknik foreshadowing, pembayangan apa yang akan terjadi selanjutnya. Kita cermati kutipan selanjutnya:

“Pagi-pagi sekali ia telah berbaur dengan Terminal dan jejarum gerimis yang ricis, seperti memantik kerinduannya kepada sanak saudara di kampung. Menjelang siang, ia bersama penumpang lain larut ke dalam tubuh bis kota yang mengantarnya dari kota Jambi menuju kampung halaman. Siang tergelincir begitu saja menuju petang, seraya satu per satu penumpang netas keluar dari dalam bis kota. Sampai pada bakda magrib, ia menjejakkan kaki di pelanta rumahnya. Dijumpai sang ibu yang sudah lama menangguk rindu, para Kepala Tumbi, orang-orang kaki Bukit Barisan, juga Murni kakak kandungnya. Tangis dan tawa menguar jadi satu, sebagai tanda penghabisan akan sesuatu yanag sudah lama dinanti kini telah kembali. Sebagai ungkapan rasa syukur, selamatan ruso pun ditunaikanlah. Warga kampung, sedulur kecik-besak, tuo-mudo, bujang-gadis, jando-dudo, laki-betino, larut ke dalam tubuh malam yang penuh kegembiraan.”

Kutipan ini alih-alih menunjukkan bagaimana suasana perhelatan selamatan Ruso yang lebih terasa magis. Cerita selanjutnya Soerya Sandi piawai mengocok perasaan dan rasa penasaran pembaca. Bagaimana selanjutnya? Ternyata dengan piawai pula pengarang menanam kejutan di berbagai bagian cerita. Suspense dan Surprise terasa saat ternyata Ros yang bercita-cita sebagai PNS itu harus mewarisi kemampuan leluhurnya untuk menjadi dukun yang pintar merapal mantra dan meracik obat. Saat ada peluang menjadi tenaga honorer, kesempatan itu tidak disia-siakan. Akan tetapi ada keharusan ia pulang kampung karena ibunya sakit. Ia dengan bakat dukunnya, mampu menolong ibu dan orang-orang kampung berobat. Karena banyak pasiennya, lama ia meninggalkan pekerjaannya sebagai pegawai honorer. Ia dihadapkan keharusan lain untuk kembali ke pekerjaannya sebagai honorer, sebab Iparnya perlu diobati dengan ritual warisan leluhur. Rupanya, sebagai ending cerita, si ipar sakit bukan oleh guna-guna atau tenung, melainkan diketahui telah berbuat korupsi sehingga dirinya stress dan tertekan seperti orang gila. Pura-pura gila biar tidak ditangkap dan diadili. Gila! Ini cerita realis yang magis, menyihir pembaca oleh olah alur yang memukau, penokohan yang kuat, pemberian nama-nama yang unik, khas lokalitas.

Pembaca sebaiknya melakukan pembacaan sendiri cerita pendek pilihan yang disajikan dalam buku ini. Cerita pendek pilihan, karena semua cerita pendek ini telah dimuat di media massa cetak, yang dikekola oleh redaktur budaya, dengan demikian telah melalui proses pembacaan, pemaknaan, dan seleksi sesuai dengan selera redaktur. Warna lokal Jambi hadir secara kental baik terkait latar cerita, penyebutan nama seperti “Musim Nikah di Bulan Basah”, “Mencari Kajanglako”, “Rindu Rimba”, “Cerita dari Batinting”, “Bulan Buncit”, “Kampret”, “Perempuaan dalam Dekapan”, “Misteri Kematian Tini”, “Kota Telinga”, Perempuan yang Membakar  Mawar”, ”Tusuk Konde Nyai Ratu” dan “Tragedi Bukit Berasap”. Selamat menikmati.

 

Dimas Arika Mihardja

Direktur Eksekutif Bengkel Puisi Swadaya Mandiri

Pengajar Penulisan Kreatif Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Jambi