Sebuah Pengantar Oleh: Dimas Arika
Mihardja
Cerita pendek memiliki daya tarik tersendiri jika
dibandingkan dengan genre sastra lainnya seperti puisi atau naskah lakon. Genre-genre
sastra ini dijadikan mata kuliah program kekhususan kepengarangan pada Program
Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP
Universitas Jambi. Ada tiga pilihan program yang dapat
dipilah dan dipilih oleh mahasiswa untuk memiliki softskill selain ijazah kesarjanaan memiliki kemampuan khusus
di bidang kepengarangan (Penulisan kreatif), kewartawanan (jurnalistik), dan keteateran.
Soerya Sandi lebih
memilih mengikuti program penuisan kreatif yag diampu
oleh Dimas Arika Mihardja (Sudaryono), Maizar Karim Elha, dan Irma Suryani. Selain berkarya kreatif, mahasiswa juga diberi peluang untuk
menerbitkan antologi, baik antologi puisi, antologi cerpen, maupun antologi
esai. Naskah lakon yang mereka buat juga dikemas
menjadi pementasan dengan konsep “menyulap ruang kelas menjadi pentas”. Seiring dengan itu, tradisi bedah buku (launching buku sastra) juga dijadikan agenda yang selalu
menarik perhatian.
Soerya Sandi
sejak bergabung dalam penulisan kreatif menunjukkan bakat dan minat yang tinggi
dalam penulisan kreatif sastra (puisi,cerpen, naskah
lakon, dan esai). Ia selalu hadir sebagai motor
penggerak bagi kawan-kawannya dalam beraktvitas dan intens menulis serta
berorganisasi. Ia tercatat sebagai penggagas dan perintis berdirinya semacam
“sanggar penulisan kreatif FORMASI PENA (2010)”, aktif dalam organisasi kampus
(Himpunan mahasiswa program studi Bahasa dan Sastra Indonesia (Himabindo),
Badan Eksekutif Mahasiswa FKIP, dan komunitas. Ia
pernah menjadi editor penerbitan buku dan menyutradarai pementasan teater.
Selain aktif menulis cerpen di media massa cetak seperti harian Jambi Independent, Jambi Ekspres, Harian Jambi,
Jambi Today, Majalah Pipet,
cerpen-cerpennya juga dimuat dalam buku Cinta Pertama (Sahabat Kata, Jakarta2012), Belati Tembaga (Festival Sastra Yogyakarta, 2013, Jalan Lurus Terus (Efarasti,
Banten 2014), Jaran Kepang
(Pucuk Langit, Makassar 2014). Naskah lakon yang pernah
dipentaskan adalah “Hemafobia” dan “Episode Perjalanan”. Ia mengakhiri kuliah (02-2015) dengan skripsi kajian puisi
“Ziarah Batanghari” karya Jumardi Putra dengan nilai tertinggi.
Buku “Ros
Pulang” ini memuat sejumlah cerpennya yang telah
dipublikasi di berbagai media masa. Cerpen “Musim Nikah di
Bulan Basah” yang dimuat dalam buku kumpulan cerpen Belati Tembaga merupakan
kumpulan cerpen terbaik Festival Sastra 2012 di Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta. Cerpen ini juga dimuat di Jambi
Independent April 2012. Cerpen “Mencari Kajanglako”
dimuat Harian Jambi, 11 Agustus 2013. Cerpen ini
menjadi nominator cerpen terbaik Pucuk Langit Makassar 2014. Cerpen
lainnya, “Rindu Rimba” (Jambi Ekspres 7 Nopember 2012) “Cerita dari Batinting”
(Jambi Today, 21September 2014), “Dew” (Harian Jambi 22 Desember 2013), “Bulan
Buncit’ (HarianJambi 24 Nopember 2013), “Luka Tembak di Pundak Bapak” (dimuat
dalam buku cerpen “Riwayat Angin” tahun 2013, “Perempuan dalam Dekapan” (Dimuat
dalam buku “Riwayat Angin 2013), “Misteri
Kematian Tini” (Harian Jambi, 13 April 2014), “Kota Telinga” (Harian
Jambi 12 Januari 2014, dimuat juga dalam buku cerpen “Lurus Jalan
Terus”—kumpulan cerpen terbaik penerbit Elfaristi Publishing Banten 2014),
“Perempuan yang Membakar Mawar” (Harian Jambi), “Tusuk Konde Nyai Ratu”(Harian
Jambi 20 Maret 2014) dan “Tragedi Bukit Berasap” (Jambi Today 19 Oktober 2014)
menunjukkan musim panen seorang Soerya Sandi—menunjukkan intensitas dan
kreativitasnya selaku penulis kereatif.
***
Buku yang memuat seleksi cerpen terbaik karya Soerya
Sandi ini hadir sebagai bukti empiris, bahwa sastrawan, penulis kreatif dapat
lahir dari kampus. Ia sebagai bagian kaum
intelektual dan pemikir kreatif yang dengan sadar masuk ke ceruk penulisan
kreatif yang lalu menawarkan kemungkinan-kemungkinan kekinian. Itulah sebabnya
saya memberi pengantar ini dengan tajuk “Ros Pulang” ke “Tragedi Bukit
Berasap”: Kumpulan Cerita Realisme Magis”. Realisme merupakan
aliran sastra yang bertumpu pada satu pandangan bahwa sastra itu cermin realitas
masyarakatnya, gambaran kenyataan yang hadir dalam imajinasi pengarang dan
terwujud dalam “kisah nyata” (kisah nyata dalam tanda petik). Cerpen yang mengawali buku ini, misalnya, bertajuk “Ros Pulang”.
Cerpen “Ros
Pulang” ceritanya dirancang-bangun dengan alur dinamik, cerita berbau mistik mantera
doa dan jampi-jambi.
Alkisah, Ros telah lulus sarjana Ekonomi. Ia ingin sekali menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang
merupakan realitas kebanyakan sarjana kita, yakni berburu ingin menjadi PNS.
Cerpen ini dibuka secara menarik seperti ini:
“Gemintang semarak nian. Roslaini tak kuasa menolak untuk berbaur dengan kenangan.
Malam itu, ia gegas mematut diri berhadapan dengan
potret almarhum ayahnya. Dicium dan dipeluknya potret itu sampai ia betul-betul merasakan kelegaan. Kini, telah ia tunaikan piutang kepada ayahnya beberapa tahun lalu.
Janjinya untuk lulus sarjana tepat waktu langsai
sudah.”
Pembukaan
cerita dengan teknik Foreshadowing (pembayangan) ini dengan tepat melukiskan
kenangan.Kenangan itu terkait dengan janji yang harus ditepati Ros kepada
almarhum ayahnya, yakni berjanji lulus tepat pada waktunya. Kita cermati
kisahlanjutannya seperti ini:
”Esok
hari, ia sudah harus kembali ke kampung halaman, sebab
kampungnya akan ada selamatan ruso sebagai ungkapan rasa syukur kepada Kepala
Tumbi dan keluarga besar Renai Alai, berkat kelulusannya menjadi sarjana. Segeralah
ia pun memantapkan khitah kepada ibunda, bahwa ia hendak menjadi pegawai
negeri, macam iparnya Indarudin yang kini jadi kepala bagian di kantor
bupati….” Kutipan ini mulai menunjukkan kisah realisme
magis. Realitasnya, rata-rata mahasiswa yang lulus
sarjana ingin menjadi pegawai negeri. Pilihan sebagai pegawai
negeri merupakan realitas yang tidak dapat dinafikan. Namun, realitas
itu mulai dibaurkan dengan suasana magis karena disebut adanya ritual
“Selamatan Ruso” sebagai ungkapan rasa syukur kepada Kepala Tumbi dan keluarga besar Renai Alai. Sebuah pilihan nama
yang membawa suasana mistis mulai dibuka dengan teknik foreshadowing, pembayangan apa
yang akan terjadi selanjutnya. Kita cermati kutipan selanjutnya:
“Pagi-pagi sekali ia telah berbaur dengan Terminal dan
jejarum gerimis yang ricis, seperti memantik kerinduannya kepada sanak saudara
di kampung. Menjelang siang, ia bersama penumpang
lain larut ke dalam tubuh bis kota yang mengantarnya dari kota Jambi menuju
kampung halaman. Siang tergelincir begitu saja menuju petang, seraya satu per
satu penumpang netas keluar dari dalam bis kota.
Sampai pada bakda magrib, ia menjejakkan kaki di
pelanta rumahnya. Dijumpai sang ibu yang sudah lama menangguk rindu, para
Kepala Tumbi, orang-orang kaki Bukit Barisan, juga Murni kakak kandungnya.
Tangis dan tawa menguar jadi satu, sebagai tanda penghabisan akan
sesuatu yanag sudah lama dinanti kini telah kembali. Sebagai
ungkapan rasa syukur, selamatan ruso pun ditunaikanlah. Warga kampung, sedulur
kecik-besak, tuo-mudo, bujang-gadis, jando-dudo, laki-betino, larut ke
dalam tubuh malam yang penuh kegembiraan.”
Kutipan ini alih-alih menunjukkan bagaimana suasana
perhelatan selamatan Ruso yang lebih terasa magis. Cerita selanjutnya Soerya Sandi piawai mengocok perasaan dan rasa
penasaran pembaca. Bagaimana selanjutnya? Ternyata dengan piawai pula pengarang menanam kejutan di berbagai
bagian cerita. Suspense dan Surprise
terasa saat ternyata Ros yang bercita-cita sebagai PNS itu harus mewarisi
kemampuan leluhurnya untuk menjadi dukun yang pintar merapal mantra dan meracik
obat. Saat ada peluang menjadi tenaga honorer,
kesempatan itu tidak disia-siakan. Akan tetapi ada keharusan ia pulang kampung karena ibunya sakit. Ia
dengan bakat dukunnya, mampu menolong ibu dan orang-orang kampung berobat.
Karena banyak pasiennya, lama ia meninggalkan
pekerjaannya sebagai pegawai honorer. Ia dihadapkan
keharusan lain untuk kembali ke pekerjaannya sebagai honorer, sebab Iparnya
perlu diobati dengan ritual warisan leluhur. Rupanya, sebagai
ending cerita, si ipar
sakit bukan oleh guna-guna atau tenung, melainkan diketahui telah berbuat
korupsi sehingga dirinya stress dan tertekan seperti orang gila. Pura-pura gila biar tidak ditangkap dan diadili. Gila! Ini cerita realis yang magis, menyihir pembaca oleh olah alur yang
memukau, penokohan yang kuat, pemberian nama-nama yang unik, khas lokalitas.
Pembaca sebaiknya melakukan pembacaan sendiri cerita
pendek pilihan yang disajikan dalam buku ini. Cerita pendek pilihan, karena semua
cerita pendek ini telah dimuat di media massa cetak,
yang dikekola oleh redaktur budaya, dengan demikian telah melalui proses
pembacaan, pemaknaan, dan seleksi sesuai dengan selera redaktur. Warna lokal
Jambi hadir secara kental baik terkait latar cerita, penyebutan nama seperti
“Musim Nikah di Bulan Basah”, “Mencari Kajanglako”, “Rindu Rimba”, “Cerita dari
Batinting”, “Bulan Buncit”, “Kampret”, “Perempuaan dalam Dekapan”, “Misteri
Kematian Tini”, “Kota Telinga”, Perempuan yang Membakar Mawar”, ”Tusuk Konde Nyai Ratu” dan “Tragedi
Bukit Berasap”. Selamat menikmati.
Dimas Arika
Mihardja
Direktur Eksekutif Bengkel Puisi
Swadaya Mandiri
Pengajar Penulisan Kreatif Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Jambi
0 komentar:
Posting Komentar