Jumat, 03 April 2020

Karya Siswa


SEPENGGAL CERITA MENUJU SERENDIPITY

Karya Anggel Anggreini*

AKU Ahtisa Mangola, teman-temanku sering memanggilku Tisam sedangkan keluargaku memanggiku Ola. Aku anak  pertama dari pasangan Beni Sukiman  dan Leni Lestari.Aku mempunyai seorang adik bernama Ella Mangola. Banyak  orang  bertanya Apa  cita-citaku? Aku selalu menjawab “Aku ingin menjadi Maudy Ayunda sang aktris cantik  dan cerdas yang bisa menjadi  salah  satu mahasiswi  di  Stanford  University  “,  terkadang  aku menjawab “ Aku ingin menjadi seperti Ariska Putri Pertiwi dan Kevin Liliana sang Puteri  Indonesia yang bisa menjadi ratu dunia  dalam ajang internasional,yaitu Miss Grand International dan Miss International “. Itulah aku,seorang remaja yang masih bingung  dengan cita-citaku sendiri.

Hari  ini merupakan hari  terburuk yang  pernah aku  alami  ,dimulai dari  keterlambatan ke  sekolah sampai kebingunganku menentukan cita- cita.Masih ku  ingat  pagi  tadi  motor   ayah  rusak karena rantainya putus sehingga aku  harus berjalan kaki  menuju   sekolah. “Yang di  luar  pagar itu,cepat  masuk”  ,ujar  bu  Nadia.   Mendengar  itu  aku   berjalan  dengan tergesa-gesa menuju  ibu Nadia,”Pagi ibu cantik,” kataku sambil tersenyum manis. Sebenarnya aku  ingin  merayu  agar  tidak  diberi  hukuman karena terlambat “ ngak  perlu  senyum-senyum sambil memuji  saya,sebab kamu juga harus dihukum  karena keterlambatanmu,lagi pula ibu memang sudah cantik  dari lahir.” Balasnya. Aku menundukkan kepala sambil menyembunyikan tawaku.Kemudian aku  langsung menjalankan hukuman dari bu Nadia  itu.Setelah itu,aku langsung menuju  ke kelas untuk  belajar. Sesampai di kelas aku langsung disambut dengan kehebohan teman sekelasku.

“Kenapa pada ribut sih? “ tanyaku.

“Itu di depan ruang  kepala sekolah ada  kakak-kakak ganteng.” Ujar Leyla

“Kata  anak   kelas  sebelah  ,itu  guru  baru.”  Sambung Vivi dengan
nada cuek.

Setelah itu  kami  mendengar pemberitahuan bahwa seluruh anak kelas XII harus ke lapangan depan. Aku dan yang lainnya langsung menuju ke lapangan. Sesampainya di lapangan ,kami disuruh duduk  sesuai kelas kami.Aku langsung menuju  ke barisan kelasku yaitu XII-2. Setelah semua duduk dan diam,salah satu dari 5 kakak-kakak itu mulai berbicara.

“Assalamualaikum adek-adek, disini kami  dari Sekolah Tinggi Ilmu
Pemerintahan  Bojonegoro  ingin  mempromosikan  bahwasanya  jika adek- adek  sekalian  ingin  melanjutkan  sekolah  ke  peguruan tinggi,  adek-adek bisa memilih  peguruan kami  ini.” Kata  kakak  tersebut dan  masih banyak lagi yang disampaikan kakak-kakak itu,aku tidak  terlalu  fokus dengan apa yang    dibicarakannya   karena   aku    lagi    memikirkan   apa    aku    ingin melanjutkan sekolah ke sekolah itu atau  tidak, karena yang kudengar peguruan tinggi tersebut banyak  menghasilkan lulusan terbaik  dari segala bidang. Mendengar itu aku semakin bingung  dengan kelanjutan sekolahku ini karena tinggal  menunggu beberapa bulan  lagi aku akan  meninggalkan sekolah ini [SMA Negeri 4 Bojonegoro ]. Aku melihat semua orang  sangat antusias dengan hal  ini sehingga hal  ini menjadi buah  bibir  dikalangan kelas XII .

“Ola,kok kamu  dari  pulang   sekolah kerjaannya bengong mulu, di sekolah ada  yang nyakitin kamu atau  ada  masalah lain?” tanya  ibuku.

“Ngak ada  apa-apa bu,cuman aku bingung  dengan kelanjutan sekolahku nanti” balasku.

“Waktu  kelas  X dulu  kamu   bilang  ke  ibu,kamu  ingin  jadi  orang sukses dan terkenal seperti idola-idolamu itu “ kata ibu.

”Dulu ketika  kelas X aku  belum  kepikiran  bu,kalau memilih  jurusan itu susah.Aku cuman tahunya kalau  aku ingin menjadi seperti orang-orang yang  aku  lihat  di TV karena dia sukses,cantik,cerdas,dan memiliki postur tubuh  yang  bagus tapi  ternyata realita  ngak  semanis ekspetasi” balasku sambil memandang ke luar jendela yang  masih dipenuhi  dengan pohon–pohon yang asri

“Menurut ibu kamu harus memilih jurusan sesuai kemampun kamu.” Kata ibu . Setelah tu ia menuju  ke dapur  untuk  membut kopi untuk  ayahku yang baru pulang  dari sawah.

Hari  itu  tiba,  hari  dimana  aku  akan   meninggalkan  sekolah  yang selama tiga  tahun  ini aku  tempati ,  dimulai  dari  kisah bahagia maupun sedih. Aku melihat orang-orang disekelilingku menunjukan ekspresi yang berbeda-beda,  ada   yang   bersorak  bahagia  karena  akan   meninggalkan sekolah ini dengan berbagai alasan. Ada yang beralasan ingin cepat-cepat masuk perguruaan tinggi dan  ada  pula yang dikabarkan ia bahagia karena ingin menikah. Selain itu ada  yang berekspresi sedih sebab akan  berpisah dengan teman-temannya,ada yang berekspresi biasa saja, sampai ada sebagian orang  yang menunjukan ekspresi uring-uringan karena akan meninggalkan sang kekasih tercinta, adik kelas X dan XI.

Sedangkan aku sibuk memikiran tentang kelanjutan sekolaku.

“ Kamu  mau  ngelanjut  dimana,  Tisam”  tanya  Rian, sang  mantan ketua  osis

“ Belum tahu “ jawabku  sedikit cuek

“ Kok jawabnya cuek banget, kata orang  anak  gadis itu ngak baik loh judes sama cowok.  Nanti ngak ada  yang mau “ jawabnya dengan nada sok bijak

“  Sok  tahu  kamu! Lagi pula  ngak  apa-apa kok  jika semua cowok ngak  mau  sama aku.  Sebab sekarang itu bukan  waktunya mencari pacar tapi   sekarang  waktunya untuk   fokus dengan  masa  depan  “   jawabku dengan serius. Setelah itu aku  langsung berpamitan kepada Rian menuju ke kantin untuk makan .

“  Banyak  orang   yang  menyukaimu  ,Tisam.  Termasuk  aku  tetapi kamu  tidak  pernah peka  dengan perasaanku  ini “  gumam Rian  sambil memandang tubuh  Ahtisa yang lama-kelamaan ditelan  dinding.

Disini aku,ditengah keramaian siswa-siswi yang berlalu lalang di perkarangan salah satu Universitas di Jakarta. Ya aku sudah menentukan jurusan  apa   yang   mau   aku  ambil   yaitu  jurusan  hukum   seperti  Nadia Purwoko,  si  gadis  cantik   dari  Bengkulu  yang  dinobatkan  sebagai  Miss Grand   Indonesia  dan   menjadi  2nd     RU  Miss  Grand   International.  Hari pertama aku di sini sangat bagus karena aku sudah mendapatkan teman- teman baru.

Pada bulan  pertama dan  kedua, aku  menjalankan mata kuliahku dengan semangat tetapi pada bulan  selanjutnya aku mulai merasa ketidakcocokan  diriku  dengan  jurusan  yang  ku  ambil  ,dan  dari  sinilah masalah terbesarku  dimulai  ,dari ketidaknyambunganku dengan teorinya dan   ketertarikanku  dengan  jurusan  kedokteran.Walaupun  banyak   yang bilang kodekteran itu lebih susah dari hukum  tetapi kekeras kepalaku yang membuat aku tidak  mengindahi ucapan dari orang-orang termasuk orang tuaku  sendiri.

“Tisam, jika kamu  ingin jurusan kedokteran kamu  jangan bermain- main  nak karena ini bukan  hal yang sepele. Dilihat dari sifatmu ini ibu dan bapak takut  jika kamu  tidak  bisa menyelesaikan mata kuliahmu  ini “ ucap ibu

“ Ngak bu, sekarang Ola sangat sungguh-sungguh dan akan menyelesaikan  dengan baik  bahkan akan  membanggakan ibu  dan  ayah “ jawabku

“ Ibu bukan  ngak percaya, tapi kamu harus memikirkan ayahmu nak, biaya  kuliah  itu  mahal dan  lagi  pula  sekarang ini musim kemarau. Jadi hasil padi ayahmu tidak selancar dan sebagus dulu “ tambah ibu


“  Iya  bu,  insyaallah  Ola tidak  akan  mengecewakan ayah  dan  ibu,” ucapku sambil memeluk ibuku.

Mengingat percakapan aku dan  ibu waktu  itu,aku sangat berusaha untuk     mendapatkan   hasil    yang    baik    dan     pulang     ke    kampung membanggakan  kedua   orang   tuaku   dengan  gelarku   sebagaai  dokter. Setahun sudah ku jalani hidupku  dalam dunia  perkuliahan kedokteran dan allhamdulillah sampai di sini tidak ada  rintangan yang sulit untuk aku jalani.

“ Tisam kamu  dipanggil  bu Lisa,katanya kamu  langsung datang ke ruangannya  karena  ada   yang   harus  dibicarakan  “   kata   Rose,  teman terdekatku di sini  yang  berasal  dari  keluarga  yang  sederhana sepertiku juga.  Mendengar hal  itu  aku  langsung menuju  ke  ruangan bu Lisa,sesampainya  di  sana  aku   disuruh  duduk   dan   mendengar  hal  ini dengan baik-baik.

“ Ahtisa kamu  semester ini belum  membayar uang  sekolah “ ucap bu Lisa

“  Iya bu, orang  tua  saya semester ini belum  mengirimkan uang,mungkin hasil sawah ayah saya ngak bagus bu “ balasku

“ Nanti  setelah  keluar  dari sini,  kamu  langsung  beritahu  orang  tua mu ya “ kata bu Lisa dengan lembut disertai senyum manisnya

“  Iya bu, akan  saya kasih tahu.  Saya  permisi bu  “  ujarku  saambil menyalami bu Lisa.

Setelah dari ruangan bu Lisa,aku langsung menelpon ayah dan memberitahunya kalau  semester ini ayah  belum  membayar uang  kuliahku itu.

“ Assalamu’alaikum yah,apa kabar  ayah, ibu, dan  ella di kampung?”
tanyaku.

“ Baik nak,kalau kamu apa  kabar  ? “ tanya  ayah balik.

“  Allhamdulillah  baik  yah”  jawabku   sambil  memikirkan  kata   apa yang harus ku ucap  dahulu  untuk membahas tentang biaya kuliahku ini.

“  Maaf  ola,  bapak dan  ibu  belum   bisa  mengirimkan  uang   untuk kuliahmu  karena kebun  kita ludes terbakar oleh  api dan  ayah  belum  tahu apa  penyebab hal  itu terjadi.  Warga  bilang  jika itu karena disengaja  tapi ada    yang    bilang    itu   ulah    orang    yang    membuang   putung   rokok sembarangan sehingga menjalar ke kebun  kita dan  meluas  “ jawab  ayah sambil mengelah napas yang panjang yang masih bisa aku dengar. Mendengar hal  itu aku  ikut sedih dan  menanyakan kenapa ayah  dan  ibu tidak  memberitahuku  jika terjadi  masalah  di kampung. Sedangkan ayah

dan  ibu  lebih banyak  menceritakan hal-hal lucu tentang tingkah  laku adik kecilku  ,Ella. Yang semakin hari  semakin lucu.  Aku tahu  orang  tuaku  itu ingin membuatku tersenyum karena aku sangat sedih mendengar masalah di kampung sampai-sampai air mataku pun jatuh.


Di sini aku , di teras rumahku sambil memandang Ella yang semakin tumbuh besar. Ya, aku  sudah menyelesaikan kuliah  kedokteranku pada bulan  lalu, jika kalian  bertanya bagaimana nasibku ketika  itu . Sulit sekali aku    menjalankannya    tapi    berkat     dukungan   kedua     orang     tuaku, alhamdullilah semua itu kulewati dengan mudah sedangkan kondisi sawah ayah sudah membaik dan sekarang aku bekerja  di salah satu Rumah  Sakit ternama di Jakarta.

*Siswi kelas XI-2 SMAN 4 Sarolangun

0 komentar:

Posting Komentar

Profil

Foto saya
Soerya Sandi pseudonim dari Sandi Suryamat, alumnus Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Jambi. Beberapa cerpennya tersiar di media massa (Jambi Independent, Jambi Ekspres, Harian Jambi, Jambi Today, Majalah Pipet) dan diterbitkan ke dalam buku antologi cerpen bersama, antara lain Cinta Pertama (Sahabat Kata, Jakarta 2012), Belati Tembaga (Festival Sastra, Yogyakarta 2013) dan Riwayat Angin (Smart Writing, Yogyakarta 2013), Lurus Jalan Terus (Efarasti, Banten 2014), Jaran Kepang (Pucuk Langit, Makassar 2014). Buku tunggalnya yang telah terbit Ros Pulang (Salim Media Indonesia, 2015). Naskah lakonnya yang pernah dipentaskan adalah “Hematofobia” dan “Episode perjalanan” Pernah menjadi editor di salah satu penerbit di Jambi (2015 s.d. 2018). Sejak 2019 menjadi tenaga pengajar di SMAN 4 Sarolangun. Surel: soeryasandi@gmail.com, kontak 082373584575.

Sahabat

statistics

Kaleidoskop 2014

Kaleidoskop 2014

Karya Siswa


SEPENGGAL CERITA MENUJU SERENDIPITY

Karya Anggel Anggreini*

AKU Ahtisa Mangola, teman-temanku sering memanggilku Tisam sedangkan keluargaku memanggiku Ola. Aku anak  pertama dari pasangan Beni Sukiman  dan Leni Lestari.Aku mempunyai seorang adik bernama Ella Mangola. Banyak  orang  bertanya Apa  cita-citaku? Aku selalu menjawab “Aku ingin menjadi Maudy Ayunda sang aktris cantik  dan cerdas yang bisa menjadi  salah  satu mahasiswi  di  Stanford  University  “,  terkadang  aku menjawab “ Aku ingin menjadi seperti Ariska Putri Pertiwi dan Kevin Liliana sang Puteri  Indonesia yang bisa menjadi ratu dunia  dalam ajang internasional,yaitu Miss Grand International dan Miss International “. Itulah aku,seorang remaja yang masih bingung  dengan cita-citaku sendiri.

Hari  ini merupakan hari  terburuk yang  pernah aku  alami  ,dimulai dari  keterlambatan ke  sekolah sampai kebingunganku menentukan cita- cita.Masih ku  ingat  pagi  tadi  motor   ayah  rusak karena rantainya putus sehingga aku  harus berjalan kaki  menuju   sekolah. “Yang di  luar  pagar itu,cepat  masuk”  ,ujar  bu  Nadia.   Mendengar  itu  aku   berjalan  dengan tergesa-gesa menuju  ibu Nadia,”Pagi ibu cantik,” kataku sambil tersenyum manis. Sebenarnya aku  ingin  merayu  agar  tidak  diberi  hukuman karena terlambat “ ngak  perlu  senyum-senyum sambil memuji  saya,sebab kamu juga harus dihukum  karena keterlambatanmu,lagi pula ibu memang sudah cantik  dari lahir.” Balasnya. Aku menundukkan kepala sambil menyembunyikan tawaku.Kemudian aku  langsung menjalankan hukuman dari bu Nadia  itu.Setelah itu,aku langsung menuju  ke kelas untuk  belajar. Sesampai di kelas aku langsung disambut dengan kehebohan teman sekelasku.

“Kenapa pada ribut sih? “ tanyaku.

“Itu di depan ruang  kepala sekolah ada  kakak-kakak ganteng.” Ujar Leyla

“Kata  anak   kelas  sebelah  ,itu  guru  baru.”  Sambung Vivi dengan
nada cuek.

Setelah itu  kami  mendengar pemberitahuan bahwa seluruh anak kelas XII harus ke lapangan depan. Aku dan yang lainnya langsung menuju ke lapangan. Sesampainya di lapangan ,kami disuruh duduk  sesuai kelas kami.Aku langsung menuju  ke barisan kelasku yaitu XII-2. Setelah semua duduk dan diam,salah satu dari 5 kakak-kakak itu mulai berbicara.

“Assalamualaikum adek-adek, disini kami  dari Sekolah Tinggi Ilmu
Pemerintahan  Bojonegoro  ingin  mempromosikan  bahwasanya  jika adek- adek  sekalian  ingin  melanjutkan  sekolah  ke  peguruan tinggi,  adek-adek bisa memilih  peguruan kami  ini.” Kata  kakak  tersebut dan  masih banyak lagi yang disampaikan kakak-kakak itu,aku tidak  terlalu  fokus dengan apa yang    dibicarakannya   karena   aku    lagi    memikirkan   apa    aku    ingin melanjutkan sekolah ke sekolah itu atau  tidak, karena yang kudengar peguruan tinggi tersebut banyak  menghasilkan lulusan terbaik  dari segala bidang. Mendengar itu aku semakin bingung  dengan kelanjutan sekolahku ini karena tinggal  menunggu beberapa bulan  lagi aku akan  meninggalkan sekolah ini [SMA Negeri 4 Bojonegoro ]. Aku melihat semua orang  sangat antusias dengan hal  ini sehingga hal  ini menjadi buah  bibir  dikalangan kelas XII .

“Ola,kok kamu  dari  pulang   sekolah kerjaannya bengong mulu, di sekolah ada  yang nyakitin kamu atau  ada  masalah lain?” tanya  ibuku.

“Ngak ada  apa-apa bu,cuman aku bingung  dengan kelanjutan sekolahku nanti” balasku.

“Waktu  kelas  X dulu  kamu   bilang  ke  ibu,kamu  ingin  jadi  orang sukses dan terkenal seperti idola-idolamu itu “ kata ibu.

”Dulu ketika  kelas X aku  belum  kepikiran  bu,kalau memilih  jurusan itu susah.Aku cuman tahunya kalau  aku ingin menjadi seperti orang-orang yang  aku  lihat  di TV karena dia sukses,cantik,cerdas,dan memiliki postur tubuh  yang  bagus tapi  ternyata realita  ngak  semanis ekspetasi” balasku sambil memandang ke luar jendela yang  masih dipenuhi  dengan pohon–pohon yang asri

“Menurut ibu kamu harus memilih jurusan sesuai kemampun kamu.” Kata ibu . Setelah tu ia menuju  ke dapur  untuk  membut kopi untuk  ayahku yang baru pulang  dari sawah.

Hari  itu  tiba,  hari  dimana  aku  akan   meninggalkan  sekolah  yang selama tiga  tahun  ini aku  tempati ,  dimulai  dari  kisah bahagia maupun sedih. Aku melihat orang-orang disekelilingku menunjukan ekspresi yang berbeda-beda,  ada   yang   bersorak  bahagia  karena  akan   meninggalkan sekolah ini dengan berbagai alasan. Ada yang beralasan ingin cepat-cepat masuk perguruaan tinggi dan  ada  pula yang dikabarkan ia bahagia karena ingin menikah. Selain itu ada  yang berekspresi sedih sebab akan  berpisah dengan teman-temannya,ada yang berekspresi biasa saja, sampai ada sebagian orang  yang menunjukan ekspresi uring-uringan karena akan meninggalkan sang kekasih tercinta, adik kelas X dan XI.

Sedangkan aku sibuk memikiran tentang kelanjutan sekolaku.

“ Kamu  mau  ngelanjut  dimana,  Tisam”  tanya  Rian, sang  mantan ketua  osis

“ Belum tahu “ jawabku  sedikit cuek

“ Kok jawabnya cuek banget, kata orang  anak  gadis itu ngak baik loh judes sama cowok.  Nanti ngak ada  yang mau “ jawabnya dengan nada sok bijak

“  Sok  tahu  kamu! Lagi pula  ngak  apa-apa kok  jika semua cowok ngak  mau  sama aku.  Sebab sekarang itu bukan  waktunya mencari pacar tapi   sekarang  waktunya untuk   fokus dengan  masa  depan  “   jawabku dengan serius. Setelah itu aku  langsung berpamitan kepada Rian menuju ke kantin untuk makan .

“  Banyak  orang   yang  menyukaimu  ,Tisam.  Termasuk  aku  tetapi kamu  tidak  pernah peka  dengan perasaanku  ini “  gumam Rian  sambil memandang tubuh  Ahtisa yang lama-kelamaan ditelan  dinding.

Disini aku,ditengah keramaian siswa-siswi yang berlalu lalang di perkarangan salah satu Universitas di Jakarta. Ya aku sudah menentukan jurusan  apa   yang   mau   aku  ambil   yaitu  jurusan  hukum   seperti  Nadia Purwoko,  si  gadis  cantik   dari  Bengkulu  yang  dinobatkan  sebagai  Miss Grand   Indonesia  dan   menjadi  2nd     RU  Miss  Grand   International.  Hari pertama aku di sini sangat bagus karena aku sudah mendapatkan teman- teman baru.

Pada bulan  pertama dan  kedua, aku  menjalankan mata kuliahku dengan semangat tetapi pada bulan  selanjutnya aku mulai merasa ketidakcocokan  diriku  dengan  jurusan  yang  ku  ambil  ,dan  dari  sinilah masalah terbesarku  dimulai  ,dari ketidaknyambunganku dengan teorinya dan   ketertarikanku  dengan  jurusan  kedokteran.Walaupun  banyak   yang bilang kodekteran itu lebih susah dari hukum  tetapi kekeras kepalaku yang membuat aku tidak  mengindahi ucapan dari orang-orang termasuk orang tuaku  sendiri.

“Tisam, jika kamu  ingin jurusan kedokteran kamu  jangan bermain- main  nak karena ini bukan  hal yang sepele. Dilihat dari sifatmu ini ibu dan bapak takut  jika kamu  tidak  bisa menyelesaikan mata kuliahmu  ini “ ucap ibu

“ Ngak bu, sekarang Ola sangat sungguh-sungguh dan akan menyelesaikan  dengan baik  bahkan akan  membanggakan ibu  dan  ayah “ jawabku

“ Ibu bukan  ngak percaya, tapi kamu harus memikirkan ayahmu nak, biaya  kuliah  itu  mahal dan  lagi  pula  sekarang ini musim kemarau. Jadi hasil padi ayahmu tidak selancar dan sebagus dulu “ tambah ibu


“  Iya  bu,  insyaallah  Ola tidak  akan  mengecewakan ayah  dan  ibu,” ucapku sambil memeluk ibuku.

Mengingat percakapan aku dan  ibu waktu  itu,aku sangat berusaha untuk     mendapatkan   hasil    yang    baik    dan     pulang     ke    kampung membanggakan  kedua   orang   tuaku   dengan  gelarku   sebagaai  dokter. Setahun sudah ku jalani hidupku  dalam dunia  perkuliahan kedokteran dan allhamdulillah sampai di sini tidak ada  rintangan yang sulit untuk aku jalani.

“ Tisam kamu  dipanggil  bu Lisa,katanya kamu  langsung datang ke ruangannya  karena  ada   yang   harus  dibicarakan  “   kata   Rose,  teman terdekatku di sini  yang  berasal  dari  keluarga  yang  sederhana sepertiku juga.  Mendengar hal  itu  aku  langsung menuju  ke  ruangan bu Lisa,sesampainya  di  sana  aku   disuruh  duduk   dan   mendengar  hal  ini dengan baik-baik.

“ Ahtisa kamu  semester ini belum  membayar uang  sekolah “ ucap bu Lisa

“  Iya bu, orang  tua  saya semester ini belum  mengirimkan uang,mungkin hasil sawah ayah saya ngak bagus bu “ balasku

“ Nanti  setelah  keluar  dari sini,  kamu  langsung  beritahu  orang  tua mu ya “ kata bu Lisa dengan lembut disertai senyum manisnya

“  Iya bu, akan  saya kasih tahu.  Saya  permisi bu  “  ujarku  saambil menyalami bu Lisa.

Setelah dari ruangan bu Lisa,aku langsung menelpon ayah dan memberitahunya kalau  semester ini ayah  belum  membayar uang  kuliahku itu.

“ Assalamu’alaikum yah,apa kabar  ayah, ibu, dan  ella di kampung?”
tanyaku.

“ Baik nak,kalau kamu apa  kabar  ? “ tanya  ayah balik.

“  Allhamdulillah  baik  yah”  jawabku   sambil  memikirkan  kata   apa yang harus ku ucap  dahulu  untuk membahas tentang biaya kuliahku ini.

“  Maaf  ola,  bapak dan  ibu  belum   bisa  mengirimkan  uang   untuk kuliahmu  karena kebun  kita ludes terbakar oleh  api dan  ayah  belum  tahu apa  penyebab hal  itu terjadi.  Warga  bilang  jika itu karena disengaja  tapi ada    yang    bilang    itu   ulah    orang    yang    membuang   putung   rokok sembarangan sehingga menjalar ke kebun  kita dan  meluas  “ jawab  ayah sambil mengelah napas yang panjang yang masih bisa aku dengar. Mendengar hal  itu aku  ikut sedih dan  menanyakan kenapa ayah  dan  ibu tidak  memberitahuku  jika terjadi  masalah  di kampung. Sedangkan ayah

dan  ibu  lebih banyak  menceritakan hal-hal lucu tentang tingkah  laku adik kecilku  ,Ella. Yang semakin hari  semakin lucu.  Aku tahu  orang  tuaku  itu ingin membuatku tersenyum karena aku sangat sedih mendengar masalah di kampung sampai-sampai air mataku pun jatuh.


Di sini aku , di teras rumahku sambil memandang Ella yang semakin tumbuh besar. Ya, aku  sudah menyelesaikan kuliah  kedokteranku pada bulan  lalu, jika kalian  bertanya bagaimana nasibku ketika  itu . Sulit sekali aku    menjalankannya    tapi    berkat     dukungan   kedua     orang     tuaku, alhamdullilah semua itu kulewati dengan mudah sedangkan kondisi sawah ayah sudah membaik dan sekarang aku bekerja  di salah satu Rumah  Sakit ternama di Jakarta.

*Siswi kelas XI-2 SMAN 4 Sarolangun