SEPENGGAL CERITA MENUJU SERENDIPITY
Karya Anggel Anggreini*
AKU Ahtisa Mangola, teman-temanku sering memanggilku Tisam sedangkan keluargaku memanggiku Ola. Aku anak pertama dari pasangan Beni Sukiman dan Leni Lestari.Aku mempunyai seorang adik bernama Ella Mangola. Banyak orang bertanya Apa cita-citaku? Aku selalu menjawab “Aku ingin menjadi Maudy Ayunda sang aktris cantik dan cerdas yang bisa menjadi salah satu mahasiswi di Stanford University “, terkadang aku menjawab “ Aku ingin menjadi seperti Ariska Putri Pertiwi dan Kevin Liliana sang Puteri Indonesia yang bisa menjadi ratu dunia dalam ajang internasional,yaitu Miss Grand International dan Miss International “. Itulah aku,seorang remaja yang masih bingung dengan cita-citaku sendiri.
Hari ini merupakan hari terburuk yang pernah aku alami ,dimulai dari keterlambatan ke sekolah sampai kebingunganku menentukan cita- cita.Masih ku ingat pagi tadi motor ayah rusak karena rantainya putus sehingga aku harus berjalan kaki menuju sekolah. “Yang di luar pagar itu,cepat masuk” ,ujar bu Nadia. Mendengar itu aku berjalan dengan tergesa-gesa menuju ibu Nadia,”Pagi ibu cantik,” kataku sambil tersenyum manis. Sebenarnya aku ingin merayu agar tidak diberi hukuman karena terlambat “ ngak perlu senyum-senyum sambil memuji saya,sebab kamu juga harus dihukum karena keterlambatanmu,lagi pula ibu memang sudah cantik dari lahir.” Balasnya. Aku menundukkan kepala sambil menyembunyikan tawaku.Kemudian aku langsung menjalankan hukuman dari bu Nadia itu.Setelah itu,aku langsung menuju ke kelas untuk belajar. Sesampai di kelas aku langsung disambut dengan kehebohan teman sekelasku.
“Kenapa pada ribut sih? “ tanyaku.
“Itu di depan ruang kepala sekolah ada kakak-kakak ganteng.” Ujar Leyla
“Kata anak kelas sebelah ,itu guru baru.” Sambung Vivi dengan
nada cuek.
Setelah itu kami mendengar pemberitahuan bahwa seluruh anak kelas XII harus ke lapangan depan. Aku dan yang lainnya langsung menuju ke lapangan. Sesampainya di lapangan ,kami disuruh duduk sesuai kelas kami.Aku langsung menuju ke barisan kelasku yaitu XII-2. Setelah semua duduk dan diam,salah satu dari 5 kakak-kakak itu mulai berbicara.
“Assalamualaikum adek-adek, disini kami dari Sekolah Tinggi Ilmu
Pemerintahan Bojonegoro ingin mempromosikan bahwasanya jika adek- adek sekalian ingin melanjutkan sekolah ke peguruan tinggi, adek-adek bisa memilih peguruan kami ini.” Kata kakak tersebut dan masih banyak lagi yang disampaikan kakak-kakak itu,aku tidak terlalu fokus dengan apa yang dibicarakannya karena aku lagi memikirkan apa aku ingin melanjutkan sekolah ke sekolah itu atau tidak, karena yang kudengar peguruan tinggi tersebut banyak menghasilkan lulusan terbaik dari segala bidang. Mendengar itu aku semakin bingung dengan kelanjutan sekolahku ini karena tinggal menunggu beberapa bulan lagi aku akan meninggalkan sekolah ini [SMA Negeri 4 Bojonegoro ]. Aku melihat semua orang sangat antusias dengan hal ini sehingga hal ini menjadi buah bibir dikalangan kelas XII .
“Ola,kok kamu dari pulang sekolah kerjaannya bengong mulu, di sekolah ada yang nyakitin kamu atau ada masalah lain?” tanya ibuku.
“Ngak ada apa-apa bu,cuman aku bingung dengan kelanjutan sekolahku nanti” balasku.
“Waktu kelas X dulu kamu bilang ke ibu,kamu ingin jadi orang sukses dan terkenal seperti idola-idolamu itu “ kata ibu.
”Dulu ketika kelas X aku belum kepikiran bu,kalau memilih jurusan itu susah.Aku cuman tahunya kalau aku ingin menjadi seperti orang-orang yang aku lihat di TV karena dia sukses,cantik,cerdas,dan memiliki postur tubuh yang bagus tapi ternyata realita ngak semanis ekspetasi” balasku sambil memandang ke luar jendela yang masih dipenuhi dengan pohon–pohon yang asri
“Menurut ibu kamu harus memilih jurusan sesuai kemampun kamu.” Kata ibu . Setelah tu ia menuju ke dapur untuk membut kopi untuk ayahku yang baru pulang dari sawah.
Hari itu tiba, hari dimana aku akan meninggalkan sekolah yang selama tiga tahun ini aku tempati , dimulai dari kisah bahagia maupun sedih. Aku melihat orang-orang disekelilingku menunjukan ekspresi yang berbeda-beda, ada yang bersorak bahagia karena akan meninggalkan sekolah ini dengan berbagai alasan. Ada yang beralasan ingin cepat-cepat masuk perguruaan tinggi dan ada pula yang dikabarkan ia bahagia karena ingin menikah. Selain itu ada yang berekspresi sedih sebab akan berpisah dengan teman-temannya,ada yang berekspresi biasa saja, sampai ada sebagian orang yang menunjukan ekspresi uring-uringan karena akan meninggalkan sang kekasih tercinta, adik kelas X dan XI.
Sedangkan aku sibuk memikiran tentang kelanjutan sekolaku.
“ Kamu mau ngelanjut dimana, Tisam” tanya Rian, sang mantan ketua osis
“ Belum tahu “ jawabku sedikit cuek
“ Kok jawabnya cuek banget, kata orang anak gadis itu ngak baik loh judes sama cowok. Nanti ngak ada yang mau “ jawabnya dengan nada sok bijak
“ Sok tahu kamu! Lagi pula ngak apa-apa kok jika semua cowok ngak mau sama aku. Sebab sekarang itu bukan waktunya mencari pacar tapi sekarang waktunya untuk fokus dengan masa depan “ jawabku dengan serius. Setelah itu aku langsung berpamitan kepada Rian menuju ke kantin untuk makan .
“ Banyak orang yang menyukaimu ,Tisam. Termasuk aku tetapi kamu tidak pernah peka dengan perasaanku ini “ gumam Rian sambil memandang tubuh Ahtisa yang lama-kelamaan ditelan dinding.
Disini aku,ditengah keramaian siswa-siswi yang berlalu lalang di perkarangan salah satu Universitas di Jakarta. Ya aku sudah menentukan jurusan apa yang mau aku ambil yaitu jurusan hukum seperti Nadia Purwoko, si gadis cantik dari Bengkulu yang dinobatkan sebagai Miss Grand Indonesia dan menjadi 2nd RU Miss Grand International. Hari pertama aku di sini sangat bagus karena aku sudah mendapatkan teman- teman baru.
Pada bulan pertama dan kedua, aku menjalankan mata kuliahku dengan semangat tetapi pada bulan selanjutnya aku mulai merasa ketidakcocokan diriku dengan jurusan yang ku ambil ,dan dari sinilah masalah terbesarku dimulai ,dari ketidaknyambunganku dengan teorinya dan ketertarikanku dengan jurusan kedokteran.Walaupun banyak yang bilang kodekteran itu lebih susah dari hukum tetapi kekeras kepalaku yang membuat aku tidak mengindahi ucapan dari orang-orang termasuk orang tuaku sendiri.
“Tisam, jika kamu ingin jurusan kedokteran kamu jangan bermain- main nak karena ini bukan hal yang sepele. Dilihat dari sifatmu ini ibu dan bapak takut jika kamu tidak bisa menyelesaikan mata kuliahmu ini “ ucap ibu
“ Ngak bu, sekarang Ola sangat sungguh-sungguh dan akan menyelesaikan dengan baik bahkan akan membanggakan ibu dan ayah “ jawabku
“ Ibu bukan ngak percaya, tapi kamu harus memikirkan ayahmu nak, biaya kuliah itu mahal dan lagi pula sekarang ini musim kemarau. Jadi hasil padi ayahmu tidak selancar dan sebagus dulu “ tambah ibu
“ Iya bu, insyaallah Ola tidak akan mengecewakan ayah dan ibu,” ucapku sambil memeluk ibuku.
Mengingat percakapan aku dan ibu waktu itu,aku sangat berusaha untuk mendapatkan hasil yang baik dan pulang ke kampung membanggakan kedua orang tuaku dengan gelarku sebagaai dokter. Setahun sudah ku jalani hidupku dalam dunia perkuliahan kedokteran dan allhamdulillah sampai di sini tidak ada rintangan yang sulit untuk aku jalani.
“ Tisam kamu dipanggil bu Lisa,katanya kamu langsung datang ke ruangannya karena ada yang harus dibicarakan “ kata Rose, teman terdekatku di sini yang berasal dari keluarga yang sederhana sepertiku juga. Mendengar hal itu aku langsung menuju ke ruangan bu Lisa,sesampainya di sana aku disuruh duduk dan mendengar hal ini dengan baik-baik.
“ Ahtisa kamu semester ini belum membayar uang sekolah “ ucap bu Lisa
“ Iya bu, orang tua saya semester ini belum mengirimkan uang,mungkin hasil sawah ayah saya ngak bagus bu “ balasku
“ Nanti setelah keluar dari sini, kamu langsung beritahu orang tua mu ya “ kata bu Lisa dengan lembut disertai senyum manisnya
“ Iya bu, akan saya kasih tahu. Saya permisi bu “ ujarku saambil menyalami bu Lisa.
Setelah dari ruangan bu Lisa,aku langsung menelpon ayah dan memberitahunya kalau semester ini ayah belum membayar uang kuliahku itu.
“ Assalamu’alaikum yah,apa kabar ayah, ibu, dan ella di kampung?”
tanyaku.
“ Baik nak,kalau kamu apa kabar ? “ tanya ayah balik.
“ Allhamdulillah baik yah” jawabku sambil memikirkan kata apa yang harus ku ucap dahulu untuk membahas tentang biaya kuliahku ini.
“ Maaf ola, bapak dan ibu belum bisa mengirimkan uang untuk kuliahmu karena kebun kita ludes terbakar oleh api dan ayah belum tahu apa penyebab hal itu terjadi. Warga bilang jika itu karena disengaja tapi ada yang bilang itu ulah orang yang membuang putung rokok sembarangan sehingga menjalar ke kebun kita dan meluas “ jawab ayah sambil mengelah napas yang panjang yang masih bisa aku dengar. Mendengar hal itu aku ikut sedih dan menanyakan kenapa ayah dan ibu tidak memberitahuku jika terjadi masalah di kampung. Sedangkan ayah
dan ibu lebih banyak menceritakan hal-hal lucu tentang tingkah laku adik kecilku ,Ella. Yang semakin hari semakin lucu. Aku tahu orang tuaku itu ingin membuatku tersenyum karena aku sangat sedih mendengar masalah di kampung sampai-sampai air mataku pun jatuh.
Di sini aku , di teras rumahku sambil memandang Ella yang semakin tumbuh besar. Ya, aku sudah menyelesaikan kuliah kedokteranku pada bulan lalu, jika kalian bertanya bagaimana nasibku ketika itu . Sulit sekali aku menjalankannya tapi berkat dukungan kedua orang tuaku, alhamdullilah semua itu kulewati dengan mudah sedangkan kondisi sawah ayah sudah membaik dan sekarang aku bekerja di salah satu Rumah Sakit ternama di Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar